Panen Raya Kebudayaan
Dalam tradisi Jawa panen merupakan peristiwa agung yang dinantikan para petani. Panen ditunggu sebagai puncak kemenangan dimana padi yang sudah di tanam kini boleh dituai untuk keberlangsunga hidup. Menanam, merawat, memelihara dan memanen. Siklus alamiah yang telah terjadi di kehidupan agraris wilayah tanah Jawa. Mengamati peristiwa panen sungguh hal yang simbolis dalam satu frame kejadian yang tengah berlangsung. Dimana semua petani berkumpul membaur dengan masyarakat lain. Saling bercerita mengenai hasil panen, bertukar pikiran, dan memandang kebanggan tanah sawahnya yang melimpah. Inilah kebudayaan yang sedang berlangsung.
Analogi di atas lalu ditaruh pada peristiwa kebudayaan yang lain yaitu pertunjukan teater. Teater yang mengkhususkan diri dengan bentuk bahasa Jawa. Adalah Komunitas Sego Gurih yaitu kelompok yang sudah konsisten sejak tahun 1998. Menginisiasi produksi pertunjukan keliling desa dan kampung. Tajuk mengenai “Panen Raya Kebudayaan” ini menjadi pijakan dasar bahwa semangat pertunjukan keliling inilah yang akan dibagikan kepada masyarakat. Spirit produksi pertunjukan yang patut dirayakan secara bersama. Menjadikan komunitas seni sebagai rumah yang dihidupi bersama secara kolektif. Komunitas seni yang terus mengartikulasikan bentuk dan gaya nya untuk disodorkan sebagai representasi kepada masyakarat. Proses yang berlangsung selalu mengetengahkan kesadaran penting untuk menjaga spirit berkomunitas menuju kesadaran estetika.
Kesadaran estetika secara kolektif inilah yang menjadi bekal utama berkomunitas. Dengan memandang masyarakat bukan sekedar penonton, tetapi penonton juga berhak atas partisipasi secara organisasi untuk terlibat bersama dengan komunitas ini membangun jejaring. Teater tanpa penonton apalah hebatnya, penonton tidak dilibatkan dalam setiap produksi pementasan apalah kekuatan teater ? Pengertian penonton di sini adalah masyarakat yang tinggal di desa dan kampung. Calon-calon penonton dan penonton yang akan mewarnai regenerasi penonton seni pertunjukan kota.
Artikulasi dalam “Panen Raya Kebudayaan” kali ini ialah menggelar pertunjukan dengan mendatangi rumah-rumah seniman tradisi di Yogyakarta. Berkunjung dan mengunjungi rumah seorang seniman tradisi Yogyakarta adalah pilihan kami. Rumah seniman tradisi yang akan dikunjungi ialah kediaan Yu Ningsih atau Yu Beruk dan Mbah Kasman Wayang Ukur. Pilihan sebagai kelompok yang berusaha menentukan artikulasi kreasi dan estetika. Memang dirasa bukan hanya “sekedar” pertunjukan semata. Namun bagi kami ini adalah gerakan kebudayaan yang sedang kami bangun dan cita-citakan secara kolektif. Perjumpaan dan pertukaran pikiran menjadi hal penting dalam pengalaman proses kreatif di tengah masyarakat.
Menjadi penanda penting sebagai sebuah komunitas teater berbahasa Jawa yaitu memandang bahwa romantisme rumah-rumah seniman tersebut menyisakan banyak kenangan. Kenangan dimana proses kreatif mereka memulai dan melahirkan karya-karya yang sampai hari ini masih bisa bersanding ramah dengan penonton dari generasi ke generasi. Mereka rindu ketika sebagai insan kesenian, ingin menampilkan sesutau untuk masyarakat di tempat tinggalnya. Berbagi hal yang sederhana melalui pertunjukan kesenian.
Alasan inilah membuat keyakinan sebagai kelompok untuk terus menginisiasi pertunjukan keliling secara kreatif. Komunitas Sego Gurih selalu butuh penonton dari berbagai struktur sosial yang majemuk. Komunitas seni yang ingin melihat kekuatan pribadinya seberapa kreatif bisa mengajak semua lapisan komunitas maupun masyarakat ikut terlibat dalam produksi pertunjukan kami. Menjadi biasa melakukan kunjungan ke rumah di desa dan kampung kota bahkan gang-gang sempit ditengah kemeriahan hiburan yang sudah sangat mainstream. Meskipun alat komunikasi yang dipakai cukup “tradisional” yaitu sandiwara berbahasa Jawa.
Ini hal yang dinamis bagi kelompok teater di Yogyakarta. Halaman rumah dua seniman tradisi yang kami anggap mereka adalah pionir dalam pengaruh kami belajar berdialektika secara Jawa. Lebih dahulu mendatangi karena ingin belajar bersanding dengan mereka lewat masyarkat di sekitar rumahnya. Siapa tahu karya kami mampu mengingatkan mereka dalam masa kenangan dahulu ketika Yogyakarta masih riuh dengan kesenian ketoprak dan seni pertunjukan tradisi di kampung. Dengan segala keramaian yang sederhana semua masyarakat mampu duduk sejajar dan bersama menyaksikan hiburan produksi mereka sendiri secara mandiri. Romantisme inilah yang ingin kami langsungkan salah satunya. Mengunjungi dan berbagi.
Lakon yang kami bawakan pun cukup representatif di telinga masyarakat saat ini. Cukup jamak dan domestik. Yaitu “PURIK” karya Wage Daksinarga. Mengetengahkan isu-isu seputar keluarga saat ini yang terhimpit ditengah gempuran ekonomi dan sosial serba terbatas. Menjadi figur sebuah bangunan keluarga kecil bahagia dan sejahtera pada faktanya memang tak semudah iklan-klan keluarga berecana yang berkumandang di televisi.
Keluarga adalah puisi yang paling indah pada petikan sinteron lawas Keluarga Cemara. Memang kami imani bersama bahwa keluarga menjadi penting sebagai ruang pertukaran pikrian antara suami, istri dan anak. Menempatkan posisi yang kemudian memperoleh pengakuan eksitensi secara informal. Semuanya butuh pendapat dan alasan untuk terus mempertahankan biduk rumah tangga yang ideal sesuai cita-cita.
Lakon inilah yang akan kami interaksi-kan kepada masyarakat. Silahkan saja akan ditanggapi seperti apa. Kami tuangkan ini bersama kerabat yang lain untuk mewujudkan karya pertunjukan yang membawa semangat kerakyatan. Tunggu kami di sela-sela waktu kesibukan anda, di antara gang-gang dan halaman rumah di desa dan kampung pinggiran kota. Di rumah mereka para seniman tradisi yang memberi banyak pengalaman kepada pertumbuhan kami sebagai kelompok kesenian yang belajar konsisten dengan bahasa Jawa. Selamat menantikan kami rombongan sandiwara berbahasa Jawa di kota Yogyakarta.
Jadwal putaran pertunjukan keliling dimulai :
• 1 Maret 2013 di Pasar Ngotho JL. Imogiri Barat Bantul Yogyakarta.
• 3 Maret 2013 di halaman rumah Yu Beruk Dukuh MJ 1/1598 JL. Bantul Dongkelan, Yogyakarta
• 5 Maret 2013 di Dusun Mbutuh Trukan Siluk Imogiri Bantul Yogyakarta
• 7 Maret 2013 di Pendapa Nde Luweh Jl. Ngeksigondo no. 54 Kampung Kotagede sebelah barat Tom Silver.
Semua pertunjukan akan digelar mulai jam 19.30 wib sampai dengan selesai. Bahkan secara meriah dan cuma-cuma untuk siapa saja yang masih sudi mengapresiasi bahasa ibu kita, bahasa Jawa. Mari kembali mencintai sekaligus memanen kebudayaan lokal dan bahasa Jawa.
Elyandra Widharta, Aktor di Komunitas Sego Gurih
YOGYAKARTA SPECIAL REGION.Turut Berpartisipasi Peduli Kepada Bumi Dan Mempercantik Indahnya Dunia. Hamemayu Hayuning Bawana.Menjaga hubungan baik dengan manusia, sesama makhluk, alam semesta dan dengan Yang Maha Kuasa (HB I ). Rahayuning Bawono Kapurbo Waskitaning Manungso, yang berarti kelestarian dunia itu berawal dari kewaspadaan manusia. Website DIY pewaris budaya Adiluhung Universal dari DIY. Website http://www.daerahistimewayogyakarta.com/
Kamis, 28 Februari 2013
= Pertunjukan Sandiwara Berbahasa Jawa "PURIK"
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar