Rabu, 02 Januari 2008

Eksistensi DIY

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0305/17/jateng/314464.htm

Eksistensi Daerah Istimewa Yogyakarta

DALAM satu tahun ini berlangsung banyak perbincangan tentang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan pemerintahannya. Salah satu persoalan yang muncul adalah masihkah keberadaan DIY dipertahankan mengingat alasan keberadaannya berasal dari perkembangan DIY pada masa revolusi (1945-1950). Apakah alasan adanya DIY pada masa lebih 50 tahun masih absah? Apakah masih bermakna?

Dari lingkungan masyarakat Yogyakarta dan Keraton tidak ingin DIY dipertahankan kalau tidak mempunyai makna. DIY harus berisi, tidak hanya berkulit kosong.

Status Yogyakarta sebagai daerah istimewa ada sejak tanggal 5 September 1945, yaitu sejak dikeluarkan Amanat bertanggal 5 September 1945 oleh Sultan Hamengku Buwono (HB) IX dan Kanjeng Adipati Paku Alam (PA) VIII. Amanat itu berisi pernyataan bahwa Yogyakarta adalah sebuah daerah istimewa dari Republik Indonesia (RI), dan hubungan DIY dan Pemerintah RI yang dipimpin Soekarno-Hatta bersifat langsung.

Akan tetapi, itu belum jelas dan legitimasinya kurang. Perlu ada peraturan perundang-undangan tentang pembentukan DIY. Itulah Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 1950 bertanggal 3 Maret. Dengan UU itu DIY dibentuk dan menjadi ada menurut hukum.

Secara konstitusional, keberadaan DIY dijamin Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Secara utuh pasal itu dikutipkan sebagai berikut, Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.

Pasal itu kurang jelas. Perlu dilengkapi dengan penjelasan, yang karena pentingnya perlu dikutip seluruhnya sebagai berikut, oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, Indonesia akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga.

Dalam territoir negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturendelandchhappen dan volksgemeenschappen, seperti Jawa dan Bali, nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah istimewa tersebut dan segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan mengingat hak asal-usul daerah tersebut.

Sebagaimana telah disebut, status DIY telah ditetapkan dari bawah dengan Amanat 5 September 1945 dan dari atas dengan UU No 3/1950. Jadi, status keberadaan DIY sebagai daerah istimewa selama ini tetap.

Yang perlu dibuat sekarang adalah kelengkapan status keistimewaannya. Salah satu kelengkapannya adalah kepala daerah dan gubernur. Situasi dan kondisi pada masa Sultan HB IX dan Sultan HB X, Sultan sekaligus gubernur dan kepala daerah memang berbeda. Kedua pemimpin tersebut sangat "pede", karena itu tidak perlu ada kekhawatiran yang berhubungan dengan persyaratan menjadi kepala daerah.

Suatu hal yang tidak boleh dilupakan adalah persyaratan. Janganlah berpikir Kepala Daerah DIY boleh dipilih dari sembarang kerabat Keraton. UU menetapkan, kepala daerah direkrut dari Sultan atau kerabat dengan syarat:

1. memiliki kecakapan memimpin daerah, supaya daerah menjadi maju;

2. memiliki kejujuran, jangan korup atau melakukan apa yang sekarang dikenal sebagai KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme);

3. setia kepada NKRI (negara kesatuan Republik Indonesia), jangan menjadi negara dalam negara;

4. memahami nilai tradisional, khususnya nilai budaya Jawa, lebih khusus lagi nilai tradisional Yogya. (KPH Mr Soedarisman Poerwokoesoemo, Daerah Istimewa Yogyakarta, halaman 270).

Dengan uraian di atas, kita harus mendapati pemimpin yang berpikir dan berbuat (menjalankan tugas) demi rakyat banyak. Jadi, meski kepala daerah atau gubernurnya seorang sultan (raja), tidak perlu khawatir akan berkembang tradisi budaya feodal. Sebaliknya, dengan memegang tradisi budaya Jawa yang berkembang, demokrasi, kemanusiaan, kebangsaan, dan keadilan, akan dapat menjadi nilai untuk pedoman dalam penyelenggaraan negara. DIY toh bagian dari NKRI. Kepada siapa DIY harus tunduk, mesti memang kepada NKRI. Akan tetapi, tidak boleh sewenang-wenang.

G Mudjanto Dosen Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Search :

Berita Lainnya :

·

Penyelundupan 2.000 Ton Gula Impor Terbongkar

·

Ekspor Kerajinan di DIY Mulai Bergairah Lagi

·

Merasa Ditipu PJTKI, Nelayan Tanjung Mas Mengadu ke DPRD

·

Rencana Pengeboran Minyak Resahkan Warga

·

Gerakan Tanah Meningkat

·

Nelayan Minta Bangkai Kapal Kalla Lines Segera Diangkat

·

Meski Dipecat DPP, Tri Waluyo Tetap Anggota F-PDIP

·

Parpol Kini Alami Krisis Kaum Intelektual

·

Masyarakat Solo Meriahkan Garebeg Maulud

·

Semua Ijazah Mardijo Hilang, Diganti Laporan dari Polisi

·

Eksistensi Daerah Istimewa Yogyakarta

·

DATA DAN AGENDA

·

CAMPUR SARI



Tidak ada komentar: