Rabu, 02 Januari 2008

Sultan HB X Ajak Rakyat Dukung Reformasi

http://groups.google.co.id/group/soc.culture.indonesia/browse_thread/thread/bc1493ea9f09a9a2/d26c63d02f275a6f%23d26c63d02f275a6f

Hudoyo Hupudiyo

Kamis, 21 Mei 1998

Sultan HB X Ajak Rakyat Dukung Reformasi

Yogyakarta, Kompas

Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII hari Rabu (20/5) mengajak
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia secara
bersama-sama mendukung Gerakan Reformasi. Seruan itu dinyatakan dalam suatu
maklumat yang dibacakan Sultan HB X di hadapan hampir sejuta penduduk
Yogyakarta dan sekitarnya di pagelaran Keraton Yogyakarta.

Pembacaan Maklumat Sultan Yogyakarta dan Gubernur DIY itu merupakan
puncak acara yang diselenggarakan Aksi Gerakan Rakyat Yogyakarta dan
sekitarnya. Seluruh acara dari pagi hingga petang berlangsung tertib, damai,
dan mengharukan. Acara pertama di Kampus UGM kemudian diteruskan di
Pagelaran dan Alun-alun Utara depan Keraton Yogyakarta. Hadir saat itu
sekitar satu juta orang.

Dalam amanat sambutannya, Sultan HB X mengingatkan bahwa kalau
merenungkan sejarah perjuangan bangsa, maka maknanya yang sekarang
pantas dipetik adalah "kembali pada semangat kejuangan Yogyakarta yang
dijiwai asas kerakyatan dan laku prasaja (berlaku sederhana. - Red), agar
dengan demikian generasi muda calon pemimpin bangsa tetap setia pada
semangat kerakyatan dan kesederhanaan itu, yang memang merupakan akar
budaya bangsa yang sebenar-benarnya."

"Banyak penguasa yang senantiasa mencari makna simbolik di balik setiap
peristiwa. Apa lagi jika simbolisasi itu dimaknakan justru dengan tafsir yang
salah-kaprah, yang seakan tak terbantah karena keluar dari fatwa sang
penguasa," kata Sultan HB X.

Sultan HB X kemudian memberikan beberapa contoh. Ora-ilok (tidak
pantas - Red) diartikan tidak boleh mengkritik penguasa. Mbeguguk
ngutha waton(keras kepala -Red), dan mbalelo (membangkang -Red),
hanya disandangkan bagi rakyat yang menuntut haknya sehingga pantas
digebug (dihantam dengan pemukul -Red) dan dilibas, dan bukannya bagi
penguasa yang sudah tak bisa menangkap aspirasi rakyat karena terlalu
asyik dengan permainan kekuasaan saja. Lalu, aja dumeh (jangan
mentang-mentang -Red) malah dialamatkan hanya bagi rakyat yang
tergusur, bukannya bagi mereka yang menggusur dan makmur di atas
pundak rakyat banyak. Dan unggah-ungguhing trapsila (tata krama -
Red) yaitu tepa salira dan ewuh-pekewuh (tenggang rasa -Red) hanya
boleh dikenal oleh rakyat, bukan bagi pejabat yang korup maupun kolusi
dan lain sebagainya.

Semua itu, menurut Sultan HB X, adalah krisis moral yang berlanjut pada
krisis kepercayaan rakyat pada penguasa. "Kita sudah lama menaruh
kekhawatiran besar. Karena ketakutan struktural, maka makna yang salah
kaprah itulah yang dibenarkan penguasa di level (tingkat) bawahan, yang
semakin ke bawah semakin melenceng dari makna yang sejati. Sedihnya,
bahkan sering bertolak belakang dengan makna yang diajarkan oleh para
leluhur," ujarnya kemudian.

"Dan memang, sungguh kita sedang berada di ujung jalan, atau di permulaan
jalan baru yang mungkin saja masih panjang, di mana dituntut peran segenap
rakyat guna mengantar bangsa ini ke gerbang cita-cita," kata Sultan HB X.

Sultan HB X menegaskan, dengan Proklamasi 17 Agustus 1945 maka
kedaulatan adalah berada di tangan rakyat, dan dengan Maklumat 5
September 1945 maka rakyat Yogyakarta mendukung Proklamasi dan
berpihak kepada Republik. Maklumat itu dibuat oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono IX, yang antara lain menyatakan wilayah Kesultanan Yogyakarta
menjadi daerah istimewa dalam negara Republik Indonesia.

"Maka adalah panggilan sejarah, jika sekarang segenap komponen rakyat
Yogyakarta tampil mendukung Gerakan Reformasi Nasional bersama
kekuatan reformasi yang lain." kata Sultan HB X. "Untuk itu
saudara-saudaraku rakyat Yogyakarta, saya bersama Sri Paduka Paku
Alam VIII menyampaikan maklumat bagi bangsa dan rakyat Yogyakarta."

Yang salah, seleh

"Sikap saya ini sesuai dengan amanat almarhum Sri Sultan Hamengku
Buwono IX (ayahnya-Red), bahwa yang salah akan seleh (yang salah harus
mengaku dan meletakkan jabatan-Red). Dan perjuangan yang lurus akan
diridhoi Tuhan. Dalam situasi seperti ini, tidak ada pilihan lain kecuali
memihak kepada rakyat. Rakyat jangan hanya jadi obyek ketidakadilan
terus-menerus. Semuanya itu telah tamat," ujar Sultan HB X kepada pers
kemudian, sambil menambahkan harapannya bahwa Yogyakarta agar
menjadi kota pelopor gerakan reformasi secara damai.

Teriakan dan sambutan Hidup Sultan! Hidup Sultan! segera membahana di
UGM. Hal serupa terulang kembali dalam suasana gegap gempita di
Alun-alun Utara Yogyakarta, usai Sultan membacakan Maklumat tentang
reformasi.

Tentang ajakan untuk mendukung gerakan reformasi, Sri Sultan
menegaskan, apakah reformasi akan berjalan cepat atau lambat, yang
penting Sultan telah melaksanakan kewajibannya menyampaikan aspirasi
rakyat, dengan tanpa prasangka, tanpa ambisi, tanpa menyebut nama orang.
"Saya 'kan bukan politisi yang harus bernegosiasi, kapasitas saya ya sekadar
sebagai kekuatan moral. Maka terserah bagaimana maklumat itu ditafsirkan
oleh penguasa. Yo mung kuwi, terserah le nafsirke (ya cuma itu, terserah
penafsirannya-Red).

Sebelum itu, dalam suatu orasi kampus UGM dihadapan sekitar 40.000
mahasiswa, Sultan HB X juga sudah menyatakan dukungan pada gerakan
reformasi. "Saya siap memimpin perjuangan yang panjang untuk reformasi
ini bersama saudara-saudara di garda depan," katanya tegas.

Sebab, menurut Sultan HB X, apa yang dilakukan pemerintah saat ini
dengan rencana membentuk Komite Reformasi, bagi pemerintah dan
sekelompok orang memang dianggap cukup, tapi tidak cukup bagi rakyat.

Massa sejuta, tak ada korban

Ketika membacakan maklumat itu, Sultan HB X di dampingi Gubernur DIY
Paku Alam VIII. Hadir dalam kesempatan ini permaisuri Sultan HB X,
GKR Hemas bersama beberapa putrinya, Rektor UGM Prof Dr Ichlasul
Amal, Rektor Universitas Atma Jaya Yogyakarta Drs Kussumadmo MM,
mantan Dirjen Kebudayaan Drs KGPH Poeger, keluarga Keraton dan
Pakualaman Yogyakarta: GBPH Joyokusumo, GBPH Prabukusumo, KPH
Wijoyokusumo, serta Mayor (Pol) Suyono mewakili Kapolda DIY,
sejumlah besar seniman Yogyakarta, dan sejumlah tokoh mahasiswa yang
tergabung dalam Forum Senat Mahasiswa Yogyakarta.

Massa rakyat yang hadir dan mengikuti acara ini, berjumlah sekitar satu juta
orang, duduk berhimpitan dan berdiri berdesakan hening menyimak.
Mereka ini bukan hanya pemuda atau mahasiswa, tetapi juga orang-orang
yang tua dan sederhana, dari yang dengan tabah menempuh jalan yang
padat, dan sabar menantikan pernyataan Sultan HB X.

Pagelaran dan Alun-alun Utara depan Keraton Yogyakarta penuh massa.
Sebagian lagi -karena tak bisa masuk ke kedua tempat itu -
berdesak-desakan di Jl Trikora, disambung A Yani, Malioboro, hingga P
Mangkubumi sepanjang empat kilometer. Juga dipadati Jl KH Ahmad
Dahlan, P Senopati, Brigjen Katamso, Mayor Suryotomo dan jalan-jalan
kecil di sekitar Keraton Yogyakarta.

Mereka berdatangan sejak pagi hari ke Pagelaran Keraton dari 11 titik
pemberangkatan yang sudah ditetapkan, dan kembali sore hari pulang
dengan sama tertibnya di titik-titik itu pula. Kantor pemerintah, hotel, toko
dan pusat pertokoan, pedagang kaki lima, penduduk kampung, gabungan
pengusaha Pamitra Yogyakarta, berbagai organisasi kemasyarakatan, serta
lembaga media massa, ikut mendukung acara ini dengan menyediakan
makanan dan minuman untuk massa yang berjalan kaki ke arah satu titik,
Keraton.

Widi Hasto W Putro, Ketua Panitia Penyelenggara Aksi Gerakan Rakyat
Yogyakarta mengatakan suksesnya aksi reformasi damai di Yogyakarta,
dibuktikan dengan tidak adanya kerusuhan dan mahasiswa yang terluka,
setelah pihaknya mencek ke seluruh Tim Kesehatan dan berbagai rumah
sakit yang mendukung aksi rakyat Yogyakarta ini. "Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada Ngarso Dalem (Sultan HB X-Red), karena selama ini
setiap kami akan menghadap Sultan HB X selalu terhambat oleh aparat
keamanan. Tapi kali ini justru Ngarso Dalem membuka diri menyediakan
pagelaran dan alun-alun untuk melaksanakan aksi ini," katanya.

Hingga sekitar pukul 18.00, massa peserta aksi gerakan reformasi masih
terus mengalir di beberapa penggal jalan untuk kembali ke tempat mereka
masing-masing. Selain diwarnai dengan teriakan dan yel-yel perjuangan,
sebagian massa mahasiswa dan masyarakat mempertunjukkan kepandaian
mereka bermain musik dan menyanyi lagu-lagu perjuangan, serta
performance di sepanjang jalan. (top/hrd)

MAKLUMAT SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X DAN
KGPAA PAKU ALAM VIII

Kami SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO X dan K.G.P.A.A.
PAKU ALAM VIII atas dasar tradisi kejuangan yang dijiwai oleh asas
kerakyatan yang murni serta dengan berpegangan pada Proklamasi
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan
Hamengku Buwono IX dan K.G.P.A.A. PAKU ALAM VIII tanggal 5
September 1945, menyatakan bahwa:

1. Kami mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh
rakyat Indonesia untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan
memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh-sungguh memihak
rakyat.

2. Kami mengajak seluruh ABRI dalam persatuan yang kuat untuk
melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kemanunggalan
ABRI dan Rakyat.

3. Kami mengajak semua lapisan dan golongan masyarakat di Daerah
Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan
persatuan bangsa dan mencegah setiap tindakan anarkis yang melanggar
moral Pancasila.

4. Kami menghimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan
seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan
masing-masing untuk keselamatan Negara dan Bangsa.

Yogyakarta, Rabo Kliwon
20 Mei 1998
23 Sura 1931

KARATON NGAYOGYAKARTA KADIPATEN PAKU
HADININGRAT ALAMAN

SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO K.G.P.A.A. PAKU ALAM
X VIII

Tidak ada komentar: